Kamis, 13 November 2008

Mencontoh dari yang sempurna


November, 2008

Sejak memutuskan untuk menikah, saya merasa bahwa saat ini adalah saatnya mewujudkan sebuah keluarga yang sempurna. Saya tahu, punya keluarga yang sempurna tidak mudah. Saya banyak mendengar (dan melihat) contoh - contoh pasangan yang tidak berhasil mewujudkannya. Bahkan saya tahu kalau banyak orang yang menganggap bahwa tidak ada keluarga yang bisa sempurna. Tapi buat saya, punya keluarga yang sempurna sangat realistis. Sama sekali bukan sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan. Karena, saya dilahirkan dalam sebuah keluarga yang sempurna.

Hubungan mama dan papa sangat hangat, dan mereka tidak malu menunjukkannya kepada siapa saja. Sebelum berangkat bekerja, pulang bekerja, saat telpon - telponan (intinya setiap saat), mereka tak pernah melupakan kalimat 'i love you' untuk pasangannya. Saya tahu mereka tak selalu sekata, tapi mereka selalu menyelesaikan setiap masalah tanpa membiarkannya berlarut - larut. Mereka bukan saling mengalah, tapi mereka saling mengerti. Dalam setiap pertengkaranpun, saya melihat mereka berbicara dengan landasan cinta. Dan hebatnya, mereka bertumbuh dalam cinta mereka. Sampai dewasa kini, tak ada sedikitpun keraguan saya kalau papa lebih mencintai mama saat ini dibanding ketika menikah hampir 30 tahun lalu, begitu juga sebaliknya. Saya percaya, kekuatan hubungan merekalah yang melandasi kesempurnaan keluarga kami.

Cara mereka merangkul anak-anak, saya dan Priska, juga luar biasa. Keluarga kecil kami, hampir tidak pernah pergi dalam formasi yang tidak lengkap. Di gereja, keluarga Rahartana dikenal karena biasa bernyanyi berempat. Papa pegang gitar sambil ambil suara tenor, Priska suara 1, mama suara 2, dan saya suara 3. Mama dan papa setia mengantar kami berdua dengan seabrek kegiatan tanpa lelah. Lomba melukis, lomba puisi, latihan paduan suara, rekaman sampai pagi, lomba menyanyi... semua selalu dilakukan sama - sama. Priska yang jauh lebih 'gaul' dari saya diantar dan ditunggui papa semalaman waktu mau dugem pertama kali. Sampai kuliah, saya tidak malu dipangku papa atau mama di tempat - tempat umum. Apalagi dicium mereka di depan teman - teman, buat saya itu kebanggaan yang luar biasa. Kita berempat biasa tidur sekamar sampai besar, dan bertukar cerita sampai larut malam. Tak sekalipun kami berdua menerima pukulan, teriakan, dan cemooh. Dalam cinta inilah kami tumbuh. Dan cinta inilah yang membuat kami sangat dekat satu sama lain.
Banyak teman yang merasa bahwa keluarga kami 'aneh'. Ketika mendengarnya, saya selalu tersenyum, merasa kasihan. Mereka tak terbiasa melihat cinta meluap begitu banyaknya.

Dan kini, ketika Tuhan memutuskan agar keluarga kami tinggal berjauhan (mama papa di Amerika, keluarga Priska di Jerman, dan keluargaku di Jakarta), ikatan itu sudah begitu erat, dan hati kami selalu dekat.

Keluarga kami bukan tak pernah dihadang masalah. Demi mewujudkan impian Priska buat melanjutkan kuliah ke Jerman, mama papa harus menggadaikan rumah. Ditambah lagi, mereka pernah mengalami kerugian yang sangat besar ketika tertipu dalam berinvestasi. Kini, mereka memutuskan untuk tetap bekerja setelah pensiun, demi berbagai mimpi yang masih ada di depan mata. Dalam keterbatasan dan kekurangan yang ada, mereka memperjuangkan yang terbaik buat anak - anaknya. Bukan dengan modal uang, tapi dengan cinta yang sepenuh nyawa.
Saat Priska harus menikah karena mengandung baby Joel, mama papapun sangat bijaksana. Tak ada teriakan amarah, apalagi benci. Kecewa mama papa tak berlama - lama, berganti dukungan penuh buat mereka. Dan baby Joelpun lahir dalam cinta yang utuh... Saat saya memutuskan untuk menikah dengan Aji yang berbeda keyakinan, mama papa memberikan dukungan yang tak kurang besarnya. Mereka menunjukkan bahwa mereka percaya pada keputusan saya. Kesedihan terberat adalah oleh karena keadaan, mereka berdua tidak dapat mendampingi pernikahan saya maupun Priska. Tuhan menguji cinta kami, dan mama papa melalui (seperti biasa) dengan sempurna.

Saya tidak tahu kemana hidup akan membawa saya dan suami, serta bayi kecil kami kelak. Tapi yang saya tahu pasti, cinta mereka yang telah mengakar dalam di diri saya akan terus berkembang dalam keluarga kecil kami sendiri. Semoga kami bisa memiliki keluarga kecil yang sempurna, seperti kami selalu mencontoh dari yang sempurna.

notes:
I love you all so much Mama, Papa... Mbak sayaaaaaaaaaang banget sama kalian berdua...

Tidak ada komentar: